PEMBANGUNAN OTONOMI DAERAH
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pencanangan
otonomi daerah tentu tidak demikian saja memenuhi keinginan daerah, bahwa
dengan otonomi daerah segalanya akan berjalan dengan lancar dan mulus.
Keberhasilan otonomi daerah sangat tergantung kepada pemerintah daerah, yaitu
DPRD dan kepala daerah dan perangkat daerah serta masyarakatnya untuk bekerja
keras, terampil, disiplin, dan berperilaku dan atau sesuai dengan nilai, norma
dan moral, serta ketentuan peraturan perundangan yang berlaku dengan memperhatikan
prasarana dan sarana serta dana/pembiayaan yang terbatas secara efisien,
efektif, dan profesional.
Realisasi otonomi
daerah memakan proses panjang yang di dalam proses ini sudah tentu terdapat
banyak kendala, hambatan, rintangan, tantangan, dan halangan dalam
pelaksanaannya (implementasinya). Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan
situasi yang terjadi, perubahan sistem pemerintahan berupa penerapan otonomi
daerah yang telah digulirkan pada tanggal 1 Januari 2001, serta reorganisasi
institusi pemerintahan, mengharuskan Pemerintah pusat menyelaraskan semua
kegiatan pemerintah sesuai dengan perkembangan di lapangan (daerah), dengan
memperhatikan kapasitas daerah meliputi kapasitas individu, kelembagaan dan
sistem yang telah dimiliki oleh daerah.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian otonomi daerah?
2. Apakah pengertian pembangunan nasional?
3. Apakah tujuan otonomi daerah?
4. Apakah peranan otonomi daerah terhadap pembangunan
nasional?
5. Apakah kendala pelaksanaan otonomi daerah?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian otonomi daerah
2. Mengetahui pengertian pembangunan nasional
3. Mengetahui tujuan otonomi daerah
4. Mengetahui peranan otonomi daerah terhadap pembangunan
nasional
5. Mengetahui kendala-kendala pelaksanaan otonomi daerah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi adalah
penyerahan urusan pemerintah kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional
dalam rangka sistem birokrasi pemerintahan. Otonomi daerah adalah kewenangan
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Daerah otonom
adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
B. Pengertian Pembangunan Nasional
Pembangunan adalah
suatu kegiatan atau proses yang dilakukan oleh manusia secara sadar dan
terus-menerus untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Oleh karena itu, setiap
negara baik negara berkembang maupun negara maju tentunya melaksanakan
pembangunan guna mencapai tujuan atau cita-citanya yaitu meningkatkan
kemakmuran atau kesejahteraan bangsanya.
TAP MPR No.
IV/MPR/1999 tentang GBHN tahun 1999-2004 menjelaskan bahwa pembangunan nasional
merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang
dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan nasional, dengan
memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan
tantangan perkembangan global.
TAP MPR No.
II/MPR/1993 tentang GBHN tahun 1993-1998 menjelaskan tentang hakekat
pembangunan nasional, yaitu pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan dan
pedoman pembangunan nasional. Pada intinya pembangunan adalah usaha terarah
untuk mengubah situasi masyarakat ke arah yang lebih baik dengan sasarannya
kesejahteraan lahir batin, kebutuhan dasar terpenuhi untuk perkembangan manusia
Indonesia seutuhnya dan seluruhmasyarakat umumnya.
Hakikat
pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar,
tujuan, dan pedoman pembangunan nasional. Pembangunan nasional dilaksanakan
merata di seluruh Indonesia dan tidak hanya untuk suatu golongan atau sebagian
dari masyarakat, tetapi untuk seluruh masyarakat, serta harus benar-benar dapat
dirasakan seluruh sakyat sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan
sosial, yang menjadi tujuan dan cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia. Pembangunan
nasional dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap,
dan berlanjut untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka
mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah
maju.
Pembangunan
nasional adalah pembangunan dari, oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan di semua
aspek kehidupan bangsa yang meliputi aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan
aspek pertahanan keamanan, dengan senantiasa harus merupakan perwujudan wawasan
Nusantara serta memperkukuh Ketahanan Nasional.
Pembangunan
nasional diarahkan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan lahir batin,
termasuk terpenuhinya rasa aman, rasa tenteram, dan rasa keadilan serta
kebebasan mengeluarkan pendapat yang bertanggung jawab bagi seluruh rakyat.
Pembangunan nasional menghendaki keselarasan hubungan antara manusia dengan
Tuhannya, antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam sekitarnya.
Pembangunan
nasional dilaksanakan bersama oleh rakyat dan pemerintah. Masyarakat adalah
pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan,
membimbing serta menciptakan suasana yang menunjang, saling mengisi, dan saling
melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembanngunan
nasional.
Pembangunan
nasional diselenggarakan secara bertahap dalam jangka panjang 25 tahun dan
jangka sedang 5 tahunan, dengan mendayagunakan seluruh sumber daya nasional
untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional.
C. Tujuan Otonomi Daerah
Sebelum membahas
tentang tujuan otonomi daerah, ada prasyarat yang harus dipenuhi sebagai daerah
otonom, yaitu:
a) Adanya kesiapan SDM aparatur yang berkeahlian
b) Adanya sumber dana yang pasti untuk membiayai berbagai
urusan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat sesuai kebutuhan dan
karakteristik daerah.
c) Tersedianya fasilitas pendukung pelaksanaan pemerintah
daerah.
d) Otonomi daerah yang ditetapkan adalah otonomi daerah dalam koridor
Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI).
Otonomi daerah ini merupakan fenomena
politis yang sangat dibutuhkan dalam era globalisasi (penjagadan, penduniaan)
dan demokrasi, apalagi jika dikaitkan dengan tantangan masa depan memasuki era
perdagangan bebas yang antara lain ditandai dengan tumbuhnya berbagai kerja
sama regional, perubahan pola atau sistem informasi global.
Melalui otonomi, diharapkan Daerah akan
lebih mandiri dalam me-nentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan
tidak terlalu aktif mengatur daerah. Pemerintahan daerah diharapkan mampu
memainkan peranannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan
identifikasi potensi sumber-sumber pendapatannya dan mampu menetapkan belanja
daerah secara ekonomi yang wajar, efisien, efektif termasuk kemampuan perangkat
daerah meningkatkan kinerja, mempertanggung jawabkan kepada pemerintah
atasannya maupun kepada publik/masyarakat.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan
tugas ini antara lain menumbuh kembangkan daerah dalam berbagai bidang,
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan
meningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan. Pembangunan nasional juga bertujuan
untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana
perikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib, dan dinamis dalam lingkungan
pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai.
D. Peranan Otonomi Daerah Terhadap Pembangunan Nasional
Prinsip-Prinsip Undang-Undang No. 5 Tahun 1974.
Untuk mewujudkan
cita Negara Kesatuan yang didesentralisasikan seperti terkandun dalam
Undang-undang Dasar 1945 yang penyelenggaraan pemerintahannya di daerah
berlandaskan azas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan tersebut
diciptakanlah Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan
di Daerah. Undang-undang ini mengatur Pemerintahan di Daerah dan Pemerintahan
Daerah secara Nasional dan sejauh mungkin diseragamkan.
Adapun
prinsip-prinsip yang diikuti oleh undang-undang Nomor 5 tahun 1974 ini ialah:
1) Pelaksanaan pemberian Otonom kepada Daerah harus menunjang
aspirasi perjuangan Rakyat, yakni memperkokoh Negara Kesatuan dan mem-pertinggi
tingkat kesejahteraan rakyat Indonesia seluruhnya;
2) Pemberian Otonom kepada Daerah harus merupakan Otonomi yang
nyata, dinamis dan bertanggungjawab;
3) Azas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan
azasdekonsentrasi, dengan memberikan kemungkinan pula pelaksanaan azas tugas
pembantuan;
4) Pemberian Otonomi kepada Daerah mengutamakan aspek
keserasian dengan tujuan disamping aspek pendemokrasian;
5) Tujuan pemberian Otonomi kepada Daerah adalah untuk
meningkatkan dayaguna dan hasilguna penyelenggaraan pemerintahan di Daerah,
terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta
untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan Bangsa.
Dengan pelaksanaan Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 dan juga Undang-Undang
yang mengatur materi yang sama yang berlaku sebelumnya, maka terbentuklah
Daerah-daerah Otonom di seluruh Indonesia, baik yang berstatus Kota (Kotamadya
Daerah Tingkat II) maupun yang berstatus bukan kota (Kabupaten Daerah Tingkat
II) yang sedikit banyaknya seragam baik dalam urusan, kewenangan, maupun dalam
perangkat pemerintahannya.
Disamping itu terbentuk pula Daerah-daerah
Otonom Tingkat I, baik yang berstatus Daerah Istimewa maupun yang tidak
berstatus Daerah Istimewa yang sekaligus merupakan Wilayah administratip
Propinsi yang melingkupi Daerah-daerahOtonom Tingkat II. Juga Daerah-daerah
Otonom Tingkat I ini sedikit banyaknya seragam dalam urusan, kewenangan,
perangkat pemerintahan dan sebagainya.
Tuntutan akan keseragaman ini diperjelas
oleh berbagai peraturan pelaksanaan antara lain termuat dalam Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 362 tahun 1977 tentang Pola Organisasi Pemerintah Daerah dan
Wilayah dan Nomor 363 tahun 1977 tentang Pedoman Pembentukan Susunan Organisasi
dan Tata Kerja Dinas Daerah. Dalm konsideran “Menimbang” dari kedua Keputusan
tersebut secara jelas menyebutkan”.... serta untuk sejauh mungkin menyeragamkan
organisasi...”
Keinginan akan adanya keseragaman ini adalah
wajar,mengingat Negara RI adalah Negara Kesatuan, namun tidak boleh dilipakan
bahwa sifat-sifat dan keadaan-keadaan Daerah tertentu kadang-kadang menuntut
perlakuan khusus yang berbeda dengan daerah tertentu lainnya.
Pasal dalam Undang-undang Dasar 1945, menyatakan bahwa
Negara Republik Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang didesentralisasikan
(decentralized union state atau gedecentraliseerde eendheidsstaat). Hal ini
mempunyai konsekwensi bahwa Pemerintahan harus melaksanakan politik
desentralisasi yang realisasinya berupa penyerahan sebagian urusan (dan
tentunya juga sebagian kewenangan) Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
atau dari Daerah tingkat atasnya ke Daerah yang lebih rendah agar dengan
demikian tercipta pemerintahan yang berdaya guna, sekaligus
kepentingan-kepentingan Daerah dapat diurus secara lebih baik sesuai dengan
sifatnya dan keadaan Daerah yang bersangkutan.
Sementara itu disadari pula bahwa sebagai
Negara Kesatuan, Pemerintah Pusat masih memiliki banyak kewenangan dan urusan
yang tidak mungkin diserahkan kepada Daerah disamping masih harus mengawasi
atau mengkontrol urusan atau kewenangan yang telah diserahkan kepada Daerah, yang penyelenggaraan kedua hal
tersebut dapat memakai sistem dekonsentrasi dan sistem tugas pembantuan
(medebewind).
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat atau Kepala Wilayah
kepada pejabat-pejabatnya yang ada di Daerah, sedangkan tugas pembantuan adalah
tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah Tingkat atasnya
dengan kewajiban mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Proses peralihan dari sistem dekonsentrasi
ke sistem desentralisasi disebut pemerintah daerah dengan otonomi.Dengan
singkat dinyatakan bahwa penyelenggaraan pemerintah di Daerah dalam Negara
Republik Indonesia berlandaskan pada azas desentralisasi, dekonsentrasi dan
tugas pembantuan.
E. Kendala Pelaksanaan Otonomi Daerah
Selama hampir
seperempat abad kebijaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia mengacu kepada
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.
Otonomi Daerah disini diartikan sebagai hak, wewenang dan kewajiban daerah
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Prinsip
pelaksanaan Otonomi Daerah itu sendiri adalah Otonomi Daerah yang nyata dan
bertanggung jawab. Pada hakekatnya Otonomi Daerah disini lebih merupakan
kewajiban dari pada hak, yaitu kewajiban Daerah untuk ikut melancarkan jalannya
pembangunan sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang harus
diterima dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah tersebut membawa beberapa dampak bagi penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah. Diantaranya yang paling menonjol adalah dominasi Pusat terhadap Daerah yang menimbulkan
besarnya ketergantungan Daerah terhadap Pusat. Pemerintah Daerah tidak
mempunyai keleluasaan dalam menetapkan program-program pembangunan di
daerahnya. Demikian juga dengan sumber keuangan penyelenggaraan pemerintahan
yang diatur oleh Pusat.
Beranjak dari
kondisi tersebut timbul keinginan Daerah agar kewenangan pemerintahan dapat
didesentralisasikan dari Pusat ke Daerah. Akhirnya tanggal 7 Mei 2001 lahirlah
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan
kembali pelaksanaan Otonomi Daerah. Otonomi Daerah disini diartikan sebagai
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tersebut maka dimulailah babak baru
pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia. Kebijakan Otonomi Daerah ini
memberikan kewenangan otonomi kepada Daerah Kabupaten dan Kota didasarkan
kepada desentralisasi saja dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung
jawab. Kewenangan Daerah mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali
kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan,
moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Namun demikian
lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak serta merta dapat
menyelesaikan permasalahan dominasi kekuasaan Pusat yang dirasakan Daerah
selama ini. Berbagai permasalahanpun muncul sebagai ekses implementasi
kebijaksanaan Otonomi Daerah tersebut. Sebagian pihak menganggap bahwa
kebijaksanaan Otonomi Daerah yang diatur oleh UU 22/1999 adalah kurang tepat,
sehingga perlu segera dilakukan revisi terhadap Undang-Undang tersebut.
Kendala-kendala
yang dihadapi dalam mengimplementasikan ke-bijaksanaan Otonomi Daerah tersebut
secara umum dapat kita klasifikasikan dari beberapa aspek antara lain; aspek
politik, aspek regulasi, aspek kelembagaan, aspek aparatur pemerintahan baik
Pusat maupun Daerah dan aspek masyarakat.
Kendala berikut
dalam implementasi kebijaksanaan Otonomi Daerah adalah terbatasnya kapasitas
sumber daya manusia aparatur baik di Pusat dan Daerah. Keterbatasan kapasitas
ini menimbulkan perbedaan persepsi dalam menafsirkan dan memahami konsep dan
semangat Otonomi Daerah. Kondisi ini akan menghambat percepatan implementasi
kebijaksanaan Otonomi Daerah. Sebagian di antaranya merasa takut akan
kehilangan kekuasaan dan sebaliknya sebagian lagi kebablasan dalam menerapkan
Otonomi Daerah. Kondisi SDM aparatur tersebut sebenarnya tidak terlepas dari
sistem kerja dan regulasi yang berlaku selama ini, sehingga mengakibatkan
mereka seperti kehilangan kreatifitas dan inovasi dalam melaksanakan tugasnya.
Sedangkan dari
aspek masyarakat sendiri kendala yang tampak adalah kondisi masyarakat yang
sudah cukup lama terabaikan. Berbagai program pemerintah selama ini sebagian
kurang menyentuh kepentingan masyarakat karena direncanakan secara top down .
Sehingga kebijaksanaan Otonomi Daerah tersebut disambut secara beragam oleh
masyarakat. Walaupun tanggapan masyarakat cukup beragam, namun secara umum masyarakat
cukup antusias dalam menymabut kebijaksanaan Otonomi Daerah. Hanya saja
sebagian kurang yakin apakah Pusat sudah sepenuh hati dalam mengimplementasikan
kebijaksanaan ini :
a) Dari pengalaman melaksanakan kebijaksanaan Otonomi Daerah
semenjak Januari 2001 dapat disimpulkan beberapa kendala yaitu antara lain :
Belum memadainya regulasi atau peraturan pelaksanaan kebijaksanaan Otonomi Daerah.
Belum memadainya regulasi atau peraturan pelaksanaan kebijaksanaan Otonomi Daerah.
b) Terdapatnya inkonsistensi Pemerintah Pusat dalam
melaksanakan kebijaksanaan Otonomi Daerah.
c) Belum terdapatnya persamaan persepsi dalam menafsirkan
kebijaksanaan Otonomi Daerah dari berbagai kalangan.
d) Terbatasnya kemampuan SDM dalam melaksanakan kebijaksanaan
Otonomi Daerah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan pada Bab II, kita dapat memperoleh beberapa point kesimpulan.
1. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dsan mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Tujuan otonomi daerah adalah mencapai efektivitas dan
efisiensi dalam pelayanan kepada masyarakat.
3. Pencangana otonomi daerah ditujukam untuk menumbuh
kembangkan daerah dalam berbagai bidang, meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan meningkatkan daya saing daerah
dalam proses pertumbuhan.
Sumber : http://findaauliaislaha.blogspot.com/2012/11/peranan-otonomi-daerah-terhadap.html
Sumber : http://findaauliaislaha.blogspot.com/2012/11/peranan-otonomi-daerah-terhadap.html










