Senin, 13 April 2015

TUGAS PERINDO 2

EKONOMI INDONESIA PADA MASA ORDE BARU (1965-1998)
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Tepatnya sejak bulan Maret 1966 Indonesia memasuki pemerintahan Orde Baru. Berbeda dengan pemerintahan Orde Lama, dalam era Orde Baru ini perhatian pemerintah lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat pembangunan ekonomi dan sosial di tanah air. Pemerintahan Orde Baru menjalin kembali hubungan baik dengan pihak Barat dan menjauhi pengaruh ideologi komunis. Indonesia juga kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga-lembaga dunia lainnya, seperti Bank Dunia dan Dana Moneter International (IMF). Sebelum rencana pembangunan lewat Repelita dimulai, terlebih dahulu pemerintah melakukan pemulihan stabilitas ekonomi, sosial, dan politik serta rehabilitasi ekonomi di dalam negeri. Sasaran dari kebijakan tersebut terutama adalah untuk menekan kembali tingkat inflasi, mengurangi defisit keuangan pemerintah, dan menghidupkan kembali kegiatan produksi, termasuk ekspor yang sempat mengalami stagnasi pada masa Orde Lama.
Arah dan kebijakan Ekonomi yang ditempuh oleh pemerintah Orde Baru diarahkan pada pembangunan disegala bidang. Pelaksanaan pembangunan orde baru bertumpu pada program yang dikenal dengan Trilogi Pembangunan, yaitu sebagai berikut :

a)    Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b)   Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
c)    Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.






Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak membuat rakyat bebas dari kemiskinan di karenakan pertumbuhan ekonomi yang hanya di nikmati oleh segelintir orang saja. Dampak negatif yang di timbulkan pada masa orde baru ini adalah:

1.    Ketergantungan Terhadap Migas
     Migas merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi anggaran belanja Negara. Jadi harga Migas sangat berpengaruh bagi pendapatan Negara sehinnga turunnya harga minyak mengakibatkan turunya pendapatan Negara.

2.    Ketergantungan Terhadap Bantuan Luar Negeri.
     Akibat berkurangnya pendapatan yang di dapat dari Migas, pemerintah melakukan kembali penjadwalan proyek-proyek pembangunan yang ada, yang terutama yang menggunakan valuta asing. Mengusahakan peningkatan ekspor komoditi non migas dan terakhir meminta peningkatan pinjaman luar negeri kepada negara– negara maju. Tahun 1983, Indonesia negara ketujuh terbesar dalam jumlah hutang dan tahun 1987 naik ke peringkat keempat. Ironisnya, di tahun 1986/87, sebanyak 81% hutang yang diperoleh untuk membayar hutang lama ditambah bunganya. Akhir 1970-an, proses pembangunan di Indonesia mengalami “non market failure” sehingga banyak kerepotan dalam proses pembangunan, misalnya merebaknya kemiskinan dan meluasnya kesenjangan pendapatan, terutama disebabkan oleh “market failure”.

   Mendekati pertengahan 1980-an, terjadi kegagalan pemerintah (lembaga non pasar) dalam menyesuaikan mekanisme kinerjanya terhadap dinamika pasar. Ekonomi Indonesia menghadapi tantangan berat akibat kemerosotan penerimaan devisa dari ekspor minyak bumi pada awal 1980-an. Kebijakan pembangunan Indonesia yang diambil dikenal dengan sebutan “structural adjustment” dimana ada 4 jenis kebijakan penyesuaian sebagai berikut :


a.    Program stabilisasi jangka pendek atau kebijakan manajemen permintaan dalam bentuk kebijakan fiskal, moneter dan nilai tukar mata uang dengan tujuan menurunkan tingkat permintaan agregat. Dalam hal ini pemerintah melakukan berbagai kebijakan mengurangi defisit APBN dengan memotong atau menghapus berbagai subsidi, menaikkan suku bunga uang (kebijakan uang ketat) demi mengendalikan inflasi, mempertahankan nilai tukar yang realistik (terutama melalui devaluasi September 1986).

b.    Kebijakan struktural demi peningkatan output melalui peningkatan efisiensi dan alokasi sumber daya dengan cara mengurangi distorsi akibat pengendalian harga, pajak, subsidi dan berbagai hambatan perdagangan, tarif maupun non tarif. Kebijakan “Paknov 1988” yang menghapus monopoli impor untuk beberapa produk baja dan bahan baku penting lain, telah mendorong mekanisme pasar berfungsi efektif pada saat itu.


c.    Kebijakan peningkatan kapasitas produktif ekonomi melalui penggalakan tabungan dan investasi. Perbaikan tabungan pemerintah melalui reformasi fiskal, meningkatkan tabungan masyarakat melalui reformasi sektor finansial dan menggalakkan investasi dengan cara memberi insentif dan melonggarkan pembatasan.

d.   Kebijakan menciptakan lingkungan legal yang bisa mendorong agar mekanisme pasar beroperasi efektif termasuk jaminan hak milik dan berbagai tindakan pendukungnya seperti reformasi hukum dan peraturan, aturan main yang menjamin kompetisi bebas dan berbagai program yang memungkinkan lingkungan seperti itu.


Dampak dari kebijakan tersebut cukup meyakinkan terhadap ekonomi makro, seperti investasi asing terus meningkat, sumber pendapatan bertambah dari perbaikan sistem pajak, produktivitas industri yang mendukung ekspor non-migas juga meningkat. Namun hutang Indonesia membengkak menjadi US$ 70,9 milyarHutang inilah sebagai salah satu faktor penyebab Pemerintahan Orde Baru runtuh.
 Pemerintahan Orde Baru membangun ekonomi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengendalian inflasi tanpa memperhatikan pondasi ekonomi yang memberikan dampak sebagai berikut:
a)    Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia, sebagai salah satu faktor produksi, tidak disiapkan untuk mendukung proses industrialisasi.

b)   Barang–barang impor (berasal dari luar negeri) lebih banyak digunakan sebagai bahan baku dalam proses industri sehingga industri Indonesia sangat bergantung pada barang impor tersebut.


c)    Pembangunan tidak didistribusikan merata ke seluruh wilayah Indonesia dan ke seluruh rakyat Indonesia sehingga hanya sedikit elit politik dan birokrat serta pengusaha-pengusaha Cina yang dekat dengan kekuasaan saja yang menikmati hasil pembangunan.

Pelaksanaan pola umum pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) dilakukan orde baru secara periodik 5 tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Pembangunan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a)      Pelita I (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Tujuan dari Pelita I adalah untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar – dasar pembangunan dalam tahap-tahap berikutnya. Sasaran yang hendak dicapai ialah pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja dan kesejahteraan rohani. Pelita I lebih menekankan kepada pembangunan bidang pertanian.
b)      Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)
Sasaran utama Pelita II yaitu tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja.


c)      Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)
Pelita III menekankan pada Trilogi Pembangunan dengan tekanan pada asas pemerataan, yaitu :
Ø Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak (pangan, sandang dan papan)
Ø Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan
Ø Pemerataan pembagian pendapatan
Ø Pemerataan kesempatan kerja
Ø Pemerataan kesempatan berusaha
Ø Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan
Ø Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air dan,
Ø Pemerataan memperoleh keadilan

d)     Pelita IV (1 April 1984 – 13 Maret 1989)
Pada titik ini pemerintah lebih menitikberatkan kepada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri.
e)      Pelita V (1 April 1989 – 31 Maret 1994)
Pada Pelita ini pemerintah menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri.
f)       Pelita VI (1 April 1994 – 31 Maret 1999)
Pada Pelita VI Pemerintah masih menitikberatkan pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.


0 komentar:

Posting Komentar